Jumat, 29 Mei 2009

Edisi Perdana Inovasi Pendidikan

Inovasi Pendidikan adalah sebuah newsletter yang diterbitkan oleh DBE3 Jakarta. Di newsletter ini anda bisa mendapatkan informasi mengenai semua kegiatan DBE dalam bidang pendidikan SMP dan MTs di Aceh, Sumatra Utara, Jawa Barat-Banten, Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan.

Seperti yang akan anda lihat pada edisi perdana ini, ada beberapa bagian yang berisi informasi dari provinsi tentang aktifitas kami. Ada juga Kolom, Profil, dan Berita DBE3. Pada edisi berikutnya kami akan memberikan informasi yang lebih menarik mengenai DBE3. Di edisi perdana ini kami juga ingin memperkenalkan ke anda Stuart Weston, Chief of Party (CoP) kami yang baru. Anda bisa kenal lebih lanjut dengan Stuart di artikel yang ada di newsletter ini.

Jumat, 22 Mei 2009

Maju terus

Kreativitas adalah bagian dari hidup. Proses kreativitas dimulai ketika seorang anak mulai mengeksplorasi diri dan lingkungannya sehingga nantinya ia akan menghasilkan suatu karya, apapun bentuknya. Apa yang terjadi ketika proses kreativitas itu terhambat atau bahkan dihambat? Tubuh akan terasa mati.

Yang membedakan manusia dengan makhluk lain adalah bahwa ia memiliki akal dan hati nurani. Akal berguna dalam proses intelektualitas-yang salah satu bentuknya adalah kreativitas-sedangkan hati nurani yang akan memberi nilai positif atau negatif pada hasil intelektualitas tersebut. Ketika proses kreativitas individu terhambat dan dihambat, maka fungsi intelektualitasnya pun terhambat, itulah alasan mengapa saya mengatakan 'tubuh akan terasa mati jika intelektualitas kita dihentikan.' Akan tetapi tidak selamanya penghentian proses intelektualitas itu berdampak negatif. Di sinilah peran hati nurani dalam melengkapi keutuhan individu sebagai manusia.

Banyak prestasi di muka bumi yang sepertinya lepas dari hati nurani. Sangat disayangkan memang. Akan tetapi, realitas yang terjadi seringkali harus berbenturan dengan hati nurani. Ketika suatu seni-yang merupakan buah proses intelektualitas-begitu diagungkan, maka sisi nurani akan tersingkir tanpa disadari.

Fenomena penafian hati nurani sendiri tidak hanya terjadi dalam seni (seperti yang telah disinggung pada paragraf sebelumnya), tetapi juga pada banyak perspektif kehidupan insani. Sebut saja politik, bisnis, kehidupan bermasyarakat, bahkan pada dunia akademisi yang notabene merupakan salah satu jalur penyambung tali hati nurani yang tampaknya hampir putus dari ikatan kehidupan dewasa ini.

Bukan tidak mungkin intelektualitas dan hati nurani berjalan beriringan. Justru dengan cara demikianlah peradaban manusia sebagai makhluk yang paling mulia tetap pada jalurnya yang beradab. Sama halnya dengan intelektualitas, sensitivitas hati nurani pun hendaknya dimulai sejak usia sangat dini. Menggunakan perspektif ini, maka seseorang baru dapat dikatakan individu seutuhnya hanya jika ia memiliki keduanya, intelektualitas dan hati nurani.

SOLUSI TOTAL KRISIS?

Pendapat Fritjof Capra dalam buku Titik Balik Peradaban mengatakan bahwa kehidupan manusia saat ini sudah sampai pada keadaan krisis multidimensional yaitu krisis intelektual, moral dan spiritual, maka sealur dengan pemikiran itu kiranya bangsa Indonesia juga sudah sampai pada keadaan krisis yang sama. Krisis yang bermula dari ekonomi akhirnya merebak pada berbagai dimensi menuntut perhatian dan pemikiran kita semua. Namun, kenyataannya sampai sekarang penyelesaian ke arah berakhirnya krisis hampir tak pernah kunjung tiba. Kalaupun ada usaha untuk menyelesaikannya, itu hanya berupa upaya coba-coba dari fungsi intelektual yang ingin memetakan kapasitasnya menyelesaikan “kehidupan buruk” bangsa ini.

Analisis yang diungkapkan oleh banyak pakar menyebutkan bahwa esensi krisis multidimensional sebenarnya bermula dari krisis ilmu pengetahuan yang sudah lama memendam penyakit kronis, penyakit itu berangkat dari anggapan bahwa aqal manusia dapat mencipta ilmu pengetahuan tanpa memerlukan panduan naql. Namun, kenyataannya dengan memisahkan ilmu pengetahuan dari agama sampai saat ini fungsi ilmu pengetahuan tidak lagi dapat menjawab seluruh problema kehidupan. Maka dari itu, akhir-akhir ini dalam suasana merespons kekurangan itu muncul kegandrungan “merubah paradigma” ilmu pengetahuan seperti yang digagas oleh Thomas Kuhn 30 tahun lalu.

Kalaupun telah dilakukan perubahan paradigma pada ilmu pengetahuan, dan perubahannya masih berputar disekitar aqal semata tanpa panduan naql itu artinya kita membiarkan kebermanfaatan ilmu pengetahuan terus menjauh dari kehidupan. Membicarakan ilmu pengetahuan hasil dari suatu proses dinamis antara aqal dan naql sebenarnya kita sudah melangkah mencari solusi krisis multidimensional. Namun, yang justru jadi masalah adalah pembahasan ilmu pengetahuan harus dititikberatkan pada masalah apa dan dimulai darimana? Menurut Hasan Langgulung (Guru Besar Psikologi Pendidikan Islam Universiti Islam Antarabangsa Malaysia) pembahasan harus dimulai dari “manusia” sebagai kekuatan subjektif dalam melihat realitas objektif duniawi.

Sejauh ini, kata kunci “pembangunan” masih tetap dijadikan solusi primadona keluar dari jeratan krisis. Hanya saja ada hal yang perlu kita insyafi dari kekhilafan memahami “pembangunan” sebagai pembangunan ekonomi. Perubahan paradigma dalam pembangunan diantaranya terletak pada kembalinya makna “pembangunan” sebagai “pembangunan ekonomi” pada makna “pembangunan” yang seharusnya. Maka dari itu, kalau kita bermaksud menjadikan manusia sebagai pelaku (subjek) dari seluruh aktivitas kehidupan, seharusnya prioritas pembangunan itu ditumpukan pada pembangunan “manusia” dari suatu harapan terciptanya IPOLEKSOSBUDHANKAM.
Pembangunan Islami

Anggapan Islam dalam “pembangunan” ialah “pembangunan manusia”, sehingga kepentingan agama dalam “wacana dunia” sebenarnya hanya untuk manusia. Ini diperkuat dengan alasan bahwa manusia sebenarnya punya potensi untuk mengembangkan urusan dunianya. Dengan logika itu, apabila agama diperuntukan pada manusia dan potensi mengembangkan duniawi manusia lebih menguasainya, maka sebenarnya agama harus dapat mewarnai seluruh aktivitas duniawi manusia.

Membicarakan nafs menyadarkan kita pada hakikat manusia, Allah SWT. telah menciptakan manusia dari kesatuan wujud jasmani dan ruhani, hanya saja dominasi pembangunan yang telah dilakukan tercurah pada terdukungnya kebutuhan jasmani dengan mengetepikan kepentingan pembangunan ruhani. Kepincangan pembangunan terlalu mementingkan aspek jasmani telah mengantarkan manusia pada keadaan krisis multidimensional.

Pembicaraan pembangunan manusia menurut perspektif Islam ialah bagaimana sistem kehidupan berupaya meningkatkan suasana ruhani manusia dari tingkat terbawah (nafs-ammarah) ke tingkat teratas (nafs-mutmainnah). Maka dari itu, sistem kehidupan tidak terkecuali sistem ekonomi harus membawa kemajuan wacana kebendaan bukan saja mampu meningkatkan taraf ekonomi manusia tetapi dapat membangun manusia dari sudut kejiwaannya.

Pada dasarnya, tauhid merupakan falsafah sistem kehidupan dalam Islam. Perwujudan tingkah laku “berahlak” adalah sisi lain Islam yang sudah terimplementasi. Dengan itu, ketertautan antara tauhid dan ahlak merupakan bentuk holistik dari dinamika ruhani dan jasmani. Hanya saja, penelusuran implementasi tauhid ---pada sisi ruhani--- dengan ekspresi ahlak ---pada sisi jasmani--- memerlukan pendekatan yang semua aspek agama terpusat mendukung pembangunan nafs manusia.

Tujuan sistem ekonomi Islam ialah menitikberatkan pada suasana yang dapat menjadikan manusia kreatif dan dinamik. Melalui keadaan kreatif dan dinamik diharapkan manusia mampu menjalankan tanggungjawabnya sebagai khalifah Allah SWT. di bumi ini. Dengan demikian, tujuan ekonomi untuk memenuhi keperluan dasar manusia, pemerataan pendapatan, mengatasi pengangguran, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas moneter merupakan tujuan sampingan yang ingin dicapai ekonomi.

Dalam realitasnya, ekonomi juga membicarakan kebijakan-kebijakan dalam konteks hak milik, proses pembuatan kebijakan, dan hal-hal lain yang mendorong keluarnya kebijakan dapat memastikan keadilan ekonomi melalui pencapaian tujuan ekonomi ke arah pembangunan manusia. Tujuan ini akan tercapai jika kebijakan-kebijakan dalam sistem ekonomi didasarkan kepada nilai-nilai Islam.

Permasalahan kemudian adalah bagaimana nilai-nilai Islam diserap ilmu pengetahuan sehingga warna ilmu pengetahuan dapat memberikan jalan keluar krisis. Dengan pengimanan pada Islam, dan nilai-nilai Islam mewarnai ilmu pengetahuan maka dengan sikap itu kita telah berusaha mengimani ilmu pengetahuan sebagai upaya ibadah kepada Allah SWT.
ayo teman - teman jadilah seorang yang dapat merubah prosesmu walupun sungguh ternyata diri tidak membuat berarti. Berguna bagi siapapun adalah tujuan dari semua orang namun kenyataan yang ada bisa anda wujudkan dalam beberapa hal.Ayo bergabung di Blog ini.
Selamat Bergabung.